Teknologi Riau – Tahukah kalian para wanita bahwa pria membutuhkan waktu tujuh jam lebih lama daripada wanita untuk melakukan pemrosesan data emosi yang kompleks pada pria? Bayangin girls, tujuh jam! Kaum pria mempunyai hipokampus yang lebih kecil di dalam sistem limbik (yang memproses pengalaman emosi) sedangkan wanita memiliki lebih banyak jalan syaraf yang menghubungkan bagian otak kiri dan otak kanan (yang memproses pikiran dan perkataan yang melibatkan emosi). Contoh kasusnya: Suami istri bertengkar sesaat setelah sarapan pagi, dan istri hanya butuh sekitar 5-10menit untuk memahami mengapa ia merasa sangat marah. Kebalikannya, suaminya mungkin baru mencapai titik itu ketika makan malam.
Pria Butuh Waktu 7 Jam untuk Memproses data emosi
Tetapi kaum wanita sering kesulitan menunggu selama itu. Wanita ingin ‘sesegera’ mungkin mendiskusikan perasaannya dan ia mau suaminya melakukan hal yang sama, padahal otak suaminya belum sampai ke titik itu dan otak pria sedang melakukan pemrosesan data emosi apa yang baru saja terjadi. Berilah kaum pria waktu untuk mencerna permasalahan yang terjadi, baru setelah itu (ingat, minimal 7 jam) wanita bisa mengajaknya berdiskusi. Bagaimana jika prianya menghindar dan tidak mau diajak berdiskusi? Tell me, apa yang kira-kira membuat pria tidak mau diajak berdiskusi dan bahkan menghindari wanita yang ingin menyelesaikan masalah? Sebagian besar pria tidak akan bersedia mendiskusikan sesuatu jika mereka merasa dipojokkan atau disalahkan untuk kesalahan yang mereka lakukan.
Wanita perlu belajar untuk mengungkapkan sesuatu tanpa menyerang pasangan dan membereskan hati mereka sendiri serta cara pendekatan mereka terhadap pria. Ketika seorang wanita tidak mengerti cara kerja otak pria, ia beresiko menimbulkan respons yang negatif dari pria; sesuatu yang disebut para ahli sebagai “sikap tembok”. Sikap tembok menggambarkan bagaimana pria menutup diri secara emosi dan verbal yang pada dasarnya menghindari percakapan dengan orang terdekatnya (re: istri misalnya). Dan tindakan pria seperti ini tidak jarang disalahartikan oleh wanita sehingga menyebabkan ‘baku hantam emosi’. Wanita ingin diselesaikan segera –> pria memilih untuk diam –> wanita tensinya naik (meneriakkan kata-kata yang konotasinya merendahkan adalah hal yang paling sering wanita lakukan ketika marah) –> pria akhirnya pergi keluar rumah untuk menghindari stres –> wanita menangis.
Alasan biologis
Sistem kardiovaskular pria bersifat lebih reaktif daripada milik wanita dan lebih lambat untuk pulih dari tekanan, maka tidak heran bila pria lebih berusaha menghindari hal itu daripada wanita. Jika cara kerja otak wanita (melepaskan oksitosin), maka membicarakan masalah emosi membawa dampak yang menenangkan. Sebaliknya bagi pria cara tsb menciptakan kegelisahan dan penderitaan. Dengan kata lain, jika wanita memaksa pria berdiskusi sebelum ia ‘paham’ apa masalahnya, bagi kaum pria hal itu akan sangat menyakitkan dan terasa seperti siksaan. Itulah sebabnya pria kerap bungkam sebagai tindakan pertahanan diri (meski diakui hal itu tidak sehat). Wanita harus mengerti bahwa suatu serangan dengan kata-kata akan lebih menguras tenaga pria ketimbang dirinya sendiri. Dan cara tersebut akan membuat diri pria lebih lama pulih.
Mengkritik, mengeluh, dan sikap merendahkan tidak akan membuat wanita dapat berkomunikasi secara efektif dengan pria. Karna sejatinya jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman. Bagi wanita mungkin saja ia membicarakan sesuatu yang logis. Tetapi jika wanita membicarakan sesuatu yang logis dengan cara yang tidak logis, itu hanya akan menghantarkan situasi kalian menuju situasi panas. Setelahnya pria akan sebisa mungkin menghalangi wanita tersebut untuk masuk ke wilayahnya. Dan wanita akan semakin frustasi karna yang ia tahu pria tersebut sama sekali tidak mau mendengarkan. Sikapnya membuat wanita mengkritiknya semakin keras dan menghinanya semakin tajam hingga pada akhirnya tembok pria tsb semakin lama semakin tinggi. Dan akhirnya pria akan memilih untuk menjauhkan diri secara emosi dari hubungan itu.
Jika wanita menanggapi sikap pria dengan perilaku yang sama, maka kita hanya akan menambah parah sikap tersebut. Cobalah untuk bersikap lembut, sabar, dan berilah pria sedikit waktu. Seperti halnya serangan kata-kata bisa mengacaukan otak pria, demikian pula serangan emosi. Ketika wanita ‘mendesak’ seorang pria, pria itu akan mulai panik. Kondisi biologis otak pria kadang mengharuskannya beristirahat dari hal-hal yang yang melibatkan emosi. Sebagai contoh: Hampir semua pria pasti mempunyai barang/hobi favorit yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Entah mobilnya, motor, skateboard, vape, main sepeda, memancing, naik gunung, budidaya ikan cupang, atau yang lainnya.
Jangan heran kenapa pria bisa menghabiskan waktunya berjam-jam dengan barang/hobinya tersebut tanpa memikirkan hal lain yang sebenarnya lebih penting. Hal ini karna adanya kecenderungan biologis pada pria untuk mencari objek untuk diperhatikan yang membuat otaknya beristirahat dan mencari kesenangan menjalin hubungan bebas tanpa adanya stimulasi percakapan yang melibatkan perasaan. Barang/hobi favoritnya membiarkan ia melakukan apa saja yang ingin ia lakukan. Barang/hobinya tidak akan berkomentar ataupun mengkritik soal apapun yang ingin ia lakukan. Barang/hobinya juga tidak akan melontarkan kata-kata seperti, Barang/hobinya pun tidak akan menanggapi pertanyaannya dengan sahutan, “coba tebak” “masa gitu aja nggak tahu?” atau yang paling sering, “terserah”. Singkatnya, barang/hobi kesenangan pria membiarkan otak mereka untuk beristirahat. Pria mempunyai aliran darah ke otak 15% lebih sedikit dari yang wanita miliki, sehingga otak pria butuh lebih banyak istirahat.
Baca Juga: Mempelajari Cara Kerja otak Pria dan Wanita
Jarang ada pria yang jadi intim dengan pasangannya dengan cara didesak-desak. Jika pria tidak ingin berbicara, ada kalanya wanita lebih baik membiarkannya saja. Jangan juga memintanya untuk memberikan alasan atas keengganannya itu. Kadang kala ketika pria tidak berbicara kepada istrinya atau tidak berlaku seperti seorang suami yang penuh kasih, hal itu tidak ada kaitannya dengan bagaimana perasaannya kepada istrinya. Kadang kala ia hanya ingin dibiarkan seorang diri dengan pikirannya sendiri. Kedengarannya mungkin egois ya? Tapi begitulah realitanya. Sebuah riset di sebuah komunitas, mencatat lima cara dicintai yang pria inginkan mengatakan bahwa respon paling umum ketiga adalah kebebasan.
Pria ingin melakukan sesuatu yang “menyenangkan” tanpa dibuat merasa bersalah, tanpa helaan napas kekecewaan, atau pernyataan, Contoh: “Jadi kamu lebih pilih … daripada menghabiskan waktu sama keluargamu?” Tetapi lain cerita jika pria meminta kebebasan untuk melakukan hal yag negatif ataupun meminta waktu untuk ‘bebas’ lebih banyak daripada yang ia habiskan bersama keluarganya. Jika ia lakukan ini, berarti pria tsb memiliki masalah prioritas. Namun seorang pria ada kalanya butuh waktu untuk melakukan apa yang benar-benar ia nikmati. Sebagian suami merasa bersalah meminta hal ini karna takut dikira tidak berlaku adil terhadap istri yang mengurus rumah dan juga anak. Wanita pun butuh waktu istirahat sejenak dari rutinitas keluarga. Kaum pria bukanlah kaum yang altruistis, tetapi biasanya mereka peka terhadap sesuatu yang sportif. Wanita akan semakin banyak memiliki waktu untuk ‘me time’ jika ia peka terhadap kebutuhan pria tentang kebebasan.
Intinya kaum wanita bisa menjalankan sebuah hubungan yang baik dengan pria dengan cara menerima kenyataan bahwa ada hal-hal tentang pria yang tidak akan pernah wanita mengerti. Bahkan kemungkinan besarnya kaum pria sendiri pun tidak dapat memahami dirinya karna adanya “nothing box” tadi di sistem kerja otaknya. Mereka kelihatannya dapat menerima fakta ini dengan lebih baik, sedangkan wanita kerap merasa HARUS memahami pacar/suami mereka. Wanita sulit menerima bahwa ada beberapa hal yang tidak masuk akal, dan mungkin tidak akan pernah masuk akal tentang pria. Dan disinilah akhirnya, kadang kala wanita harus menerima saja bahwa inilah cara pria. Kadang ketika ada sesuatu yang menjengkelkan, justru masalah sebenarnya terletak pada kejengkelan itu sendiri. Kita terbiasa membiarkan diri kita terganggu oleh sesuatu yang semestinya biasa-biasa saja atau yang tidak menyenangkan.
Kesimpulan
Semua itu butuh proses begitu juga dengan pria, otak nya juga butuh proses/melakukan pemrosesan data emosi supaya bisa mengungkapkan emosi secara benar. Belajarlah bagaimana cara berkomunikasi dan kapan waktu untuk tepat menyampaikan dengan cara yang sedemikian rupa sehingga pasanganmu bisa berpartisipasi sepenuhnya. Jangan biarkan gangguan-gangguan sepele meracuni hubungan kalian. Bagian dari hidup bersama seseorang adalah belajar menyesuaikan diri dengan seluruh karakter dan kebiasaannya yang mungkin tidak logis. So jangan bosan untuk mempelajarinya terus-menerus ok. Semoga artikel tentang pemrosesan data emosi pada pria ini bermanfaat sebagai ilmu pengetahuan.
Artikel ini dan Belajar Memahami pikiran Pria dan wanita dirangkum dari threadnya akun twitter Mamai (@mommy_elzar).